Mari Budayakan Sensor mandiri


Seratus orang dari berbagai latar belakang berkumpul dalam satu kegiatan yang dikemas amat menarik. Mereka hadir dari berbagai komunitas dan Perguruan Tinggi yang ada di Kota Bengkulu. Saya salah satunya, sengaja hadir agar dapat terus belajar dan bertemu orang-orang hebat yang selalu menginspirasi.
Peserta terlihat serius mendengarkan materi

Walaupun kegiatannya dilaksanakan pada hari kerja, saya tetap menyempatkan diri untuk bisa ikut serta. Pagi-pagi sekali sebelum acara dimulai saya datang ke kampus terlebih dahulu, masuk ke ruangan untuk meletakkan sebuah tas berisi laptop dan meninggalkan aroma parfum di sana. Sengaja saya tinggalkan jejak sebelum melangkah keluar agar orang-orang berpikir saya sedang berada di kampus setelah melihat isi ruang kerja, lalu mereka akan mengira barangkali saya sedang keluar mencari sarapan atau sedang ada urusan. Padahal saya sedang berada di tempat berbeda, di gedung yang berbeda, dan acara berbeda pula.. Senyum.

Kali ini Lembaga Sensor Film sengaja datang ke Bengkulu dan menggaet komunitas BloggerBengkulu sebagai mitra kerja untuk mengadakan sebuah talkshow bertajuk Budaya Sensor Mandiri. Kegiatan dilaksanakan dalam nuansa santai di sebuah kafe yang terletak di pesisir pantai. Lokasi acara yang memang selalu dipadati pengunjung sejak sore hingga malam hari ini juga menjadi salah satu daya tariknya. Selain letaknya yang tepat di bibir pantai sehingga kita bisa mendengar dengan jelas deru ombak yang bergurau dengan pasir dan karang, tata ruangnya juga begitu apik dengan nuansa klasik yang ‘instagramable’.

Keinginan mengambil gambar-pun tak tertahankan lagi. Saya berkeliling mencari angle yang pas, berpose dan memasang wajah semanis mungkin. Cekrek. Pindah lagi ke sudut lain yang tak kalah menariknya, tersenyum ikhlas. Cekrek. Setelah perjuangan keras beberapa menit, terpilihlah beberapa photo yang masuk kategori layak publish.
Mengambil gambar di sela-sela kegiatan

Talkshow pun dimulai. Materi pertama disampaikan oleh ‘emak’nya BloggerBengkulu (mbak Milda Ini). Sebelumnya saya sudah sering mendengar nama mbak Milda dari berbagai sumber yang akurat dan terpercaya (cengir), namun baru kali ini betul-betul bersua dan bertatap muka. Kesan pertama saat berjumpa memang seperti yang saya banyangkan sebelumnya. Beliau adalah sosok yang ramah, supel, cekatan dan mampu mencairkan suasana. Ada energi di dalam setiap kalimatnya.

Mbak Milda lebih banyak bicara tentang per-film-an dalam konteks Bengkulu selama beberapa bulan terakhir. Juga banyak berbagi ilmu-ilmu praktis sebagai seorang ibu dalam melakukan Sensor mandiri di lingkungan keluarga.

Materi kedua disampaikan dengan penuh khidmat oleh salah satu anggota komisi II Lembaga Sensor Film Indonesia (Noor Saadah, M.I.Kom). Beliau adalah seorang ibu berdarah Samarinda yang telah melalangbuana hingga saat ini menetap di ibukota. Pengalamannya di dunia per-film-an membuat setiap kaliamat yang ia sampaikan selalu bermakna dan merangsang saraf keingintahuan bekerja lebih dalam. Beliau juga menyinggung tentang proses sensor yang dilakukan oleh Lembaga Sensor Film terhadap tayangan-tayangan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat luas.

Hari ini saya berpikir. Andaikan saya bertemu ibu Noor saat masih eSDe dulu, mungkin salah satu cita-cita saya adalah bergabung dengan Lembaga yang tugasnya menyensor film ini. Hehee. Siapa pula yang tidak suka menonton film-film terbaru yang masih utuh, bahkan sebelum film tersebut dipasarkan secara luas. Duduk manis menyaksikan adegan di film sambil mengunyah cemilan lalu mengklasifikasikannya sesuai usia dan setiap awal bulan menerima pundi-pundi rupiah hasil dari menonton yang menyenangkan. Ini layak disebut refreshing yang dibayar.
Berpose bersama dua pembicara kece

Terlepas dari semua kesan positif yang didapat sepanjang acara, saya semakin yakin bahwa di era digital ini yang harus dibangun bukan hanya teknologi dengan semua aturan yang ada. Tapi jauh lebih penting dari itu, yang harus menjadi fokus kita bersama adalah membangun karakter bangsa, bil-khusus anak mudanya.

Semakin hari semakin berkurang tontonan yang bisa menjadi tuntunan. Dengan mudahnya akses untuk mendapatkan tontonan maka semakin menjamur pula tontonan yang hanya menjadi hiburan, tidak mampu menjawab persoalan bangsa yang semakin ruwet saja. Masih banyak kita saksikan film-film yang mengandung unsur sara, menampilkan kekerasan, memancing prilaku konsumtif dan berbagai efek negatif lainnya.

Kita tahu bahwa pemerintah sudah berusaha keras melakukan filterisasi terhadap film-film yang beredar, termasuk juga mem-block situs-situs berkonten negatif. Pemerintah telah mengucurkan banyak dana untuk melakukan hal tersebut, namun tetap saja tidak terlalu efektif hasilnya. Para milenials punya kecerdasan yang cukup untuk mengakses situs-situs tersebut dengan sangat mudah. Cukup dengan mengganti proxy yang tepat dengan sedikit settingan sederhana lalu milyaran rupiah yang telah dikeluarkan menjadi percuma. Situsnya kembali terbuka.

Maka, sekali lagi. Membangun teknologi dengan berbagai aturannya saja tidak cukup. Yang paling penting adalah membangun karakter bangsa. Maka untuk kasus ini, melakukan sensor mandiri adalah solusi paling tepat. Melakukan sensor terhadap tontonan harus dilakukan mulai dari lingkungan terkecil yakni keluarga. Mulai dari diri sendiri untuk mampu mengubah negeri. Bravo..

5 Komentar

  1. saya perna Nonton surat cinta ayat 2 pemainnya ada wiro sableng sama dodit ada juga tarzan. saya sangat senang Bisa kumpul dengan kelurga saya. tapi jarang Nonton bareng. jangan lupa follow ige kita ya guys....

    BalasHapus
  2. Wah seru acaranya , saya senang sekali dengan acara yg berkonten kekinian

    BalasHapus
  3. Filem ini sudah menjadi hiburan semua kalangan, sayangnya disajikan dimana saja, tidak lagi dibioskop tapi sampai ke dalam kamar tidur di genggaman anda. Sekarang pilihan tinggal pada anda. Akan menyensor atau tidak.

    Paling seperti Rokok ditunjukkan bahanyanya, tetapi iklannya dimana-mana. Filem juga begitu, Sensor formalitas, kareana fulus semua disasar, tidak peduli batasan usia.

    BalasHapus
  4. Tersanjung. Emang saya PLN kali...ada energi, hahaha. Btw itu foto.keceh siapa yg jepret.

    BalasHapus